PENTING !

Harry Benjamin's Syndrome sesuai dengan peraturan standar internasional, harus dinyatakan oleh 2 orang psikiater atau 1 orang psikiater dengan 1 orang dokter. Tidak ada Jalan Pintas dalam berjalan dengan Harry Benjamin's Syndrome. Untuk bergabung dengan Support Grup dan mengetahui para ahli-ahli medis yang kami rekomendasikan, anda dapat menghubungi kami lewat Email : HBS.Indonesia@gmail.com.

Jumat, 25 November 2011

Kasus Alter: “Pekerjaan Rumah” tentang Hak Azasi Manusia di Indonesia yang Belum Tuntas




“Pekerjaan Rumah” tentang Hak Azasi Manusia di Indonesia yang Belum Tuntas

Oleh: Praha Mahojiwala prabha.mahojjwala@gmail.com

Berita paling aktual yang menempati urutan tertinggi untuk tingkat frekuensi pemberitaan di berbagai media –baik cetak, televisi, on-line maupun (mungkin) radio- dalam 3 pekan antara akhir Mei hingga Juni 2010 adalah kasus Alter. Pasangan Alter dan Jane menjadi fokus utama karena kontroversi dan polemik yang ditimbulkannya. Dari kasus tersebut, tersimpan pertanyaan: pelajaran apa yang dapat dipetik dan langkah serta sikap apa yang sebaiknya kita ambil?

Arogansi Orang Berduit dan Berkuasa

Jika kita mengamati dengan teliti, sangat jelas tampak adanya pemasungan kebebasan dan hak azasi manusia yang dilakukan dengan sengaja oleh “tangan-tangan yang memiliki kekuasaan amat besar” sehingga secara sewenang-wenang dan arogan menindas martabat manusia. Alter dijebloskan ke
penjara oleh ibu mertuanya dengan tuduhan pemalsuan identitas, padahal yang sesungguhnya dilakukannya adalah mengada (eksis, to exist, to be) sebagai dirinya sendiri yang lelaki (secara gender,
terlepas dari apakah kromosomnya XX, XXY, XY, XO, XYY atau apapun serta terlepas pula dari ketidaksempurnaan

fisik-biologisnya yang ditengarai sebagai perempuan). Pun, yang dilakukannya telah dikuatkan secara hukum oleh Pengadilan Negeri Papua –salah satu dari pengadilan negeri di wilayah hukum Indonesia, yang pada galibnya juga memiliki kewenangan hukum sah seperti pengadilan negeri-pengadilan negeri di wilayah lain di Indonesia. Namun demikian, toh pihak kepolisian tidak mengakui kekuatan hukum tersebut dan tetap tidak bergeming. Ironisnya, Alter dijebloskan ke penjara perempuan. Hal ini tentunya merupakan bentuk penyiksaan psikologis bagi dirinya yang ber-gender lelaki.

“Tangan-tangan yang merupakan mesin penggilas kemanusiaan” tersebut di atas diwakili oleh uang dan jabatan puncak dari mertua Alter yang dengan mudah laporannya menjadi acuan tunggal pihak kepolisian. Tanpa memperhatikan hak hidup dan kebebasan seseorang untuk menentukan pilihan kehidupan (dalam hal ini, Alter dan istrinya, Jane), dengan arogan dan bengis uang serta jabatan seseorang yang bergandengan erat dengan kekuasaan dengan sengaja digunakan untuk meniadakan hak-hak azasi orang lain. Bukan hanya hak azasi Alter saja yang ditindas melainkan juga hak azasi Jane
yang secara sadar dan terang-terangan memilih Alter sebagai suaminya. Sementara itu, hukum benarbenar melempem-mandul tak bergaung. Para dedengkot, ahli dan tokoh hukum di Indonesia tidak
berbunyi sama sekali memberikan pembelaan mereka atas diinjak-injaknya martabat dua orang manusia. Mereka disibukkan dengan urusannya masing-masing, atau mungkin malah bingung karena
tiadanya Undang-undang atau Peraturan Perundangan yang secara hukum melindungi orang-orang yang memiliki ketidak-sempurnaan fisik-seksualitas seperti kelamin ganda, kelamin tidak jelas, ketidaksinkronan tubuh dan gender, anomali neurologi otak, maupun anomali kromosom.